Jika ada yang bertanya padaku tentang sesuatu yang paling
romantis, maka jawabannya sederhana; buku. Buku mampu melipat
kesenjangan yang diciptakan ruang dan waktu, menjadikan hangat setelah
beku, menciptakan tawa lepas setelah kaku. Bukan begitu Bu? Ada sesuatu
yang membuat ragaku ingin menghabiskan senja di tempat itu. Tempat yang
masih kuingat detailnya; tangga kayu, komputer kotak, kursi tamu, karpet
bulu dan tentu saja si primadona rak buku--novel-novelnya.
Hampir di
ujung senja, aku sudah berdiri di hadapannya. Mengamati sejenak selagi
ia masih belum menyadari kehadiranku.
"Bu....." sapaku yang entah ragu
entah malu. Wanita berpakaian serba biru itu menoleh, 3 detik kemudian
ia melakukannya. Ya, menyebut namaku dengan cara yang berbeda. Bukan
dengan nada mengabsen seperti 7 tahun lalu. Bukan. Nadanya lembut,
seperti seorang ibu yang memergoki anaknya pipis di celana (maaf) tapi
tidak marah. Mungkin sejenis terkejut atau heran. Entahlah.
Dia
menggenggam tanganku setelah aku berhasil mencium tangannya yang dulu
berdebu kapur. Adegan keheranan itu berlangsung lumayan lama dan
berulang. Akan kuceritakan kemudian.
Keheranan pertama terjadi saat kami
saling sapa dan sentuh untuk pertama kalinya. Wanita cantik itu terus
menatapku sebelum akhirnya ia mempersilakanku masuk. Aku tak heran,
mungkin ia harus mengidentifikasi tamunya ini secara organoleptik;
bentuk, warna & aroma, barulah ia yakin bahwa aku adalah makhluk
yang sama dengan yang ia kenal 7 tahun lalu. Suasana kediamannya masih
sama. Tenang dan sepi. Tidak ada detak jarum jam yang terdengar, hanya
suara detak jantungku yang seolah berdebam. Salah satu awkward moment
bagiku ketika aku terus diamati lekat-lekat. Mungkin itu pemicu
jantungku berdegup tak karuan, selain karena faktor 'long time no see'
tentunya.
Akhirnya, ia mengatakan sesuatu yang membuatku ingin jungkir
balik; "you look more mature now". Aaaaaah. Ingatanku kembali pada 7
tahun silam, selepas pertemuan redaksi di suatu siang, karena sesuatu
hal aku harus mengahadap padanya. Sesuatu tentang masa muda dan merah
muda. Saat itu aku memang tertutup, merasa risih dan careless dengan
fase merah muda. Sampai untuk curhat & menasehati saja, kita harus
menulis surat.
Masih ingat Bu betapa 'menggelikannya' saat itu? Mungkin
saat ibu mengucapkan: "You look more mature now" itu, ibu lupa pernah
menyebutku dengan sebutan Ms. Headstone di salah satu surat kita. Atau
mungkin hanya appearence-nya saja yang mature, tingkahnya wallahuam.
Hihi...
Pembicaraanpun mengalir dengan mudahnya, seolah 'lorong
waktu' berhasil hadir dan membuka segalanya. Di sela-sela obrolan kami,
aku masih bisa merasakan 'tatapan identifikasi' yang menghujamiku. Aku
bisa apa selain mengalihkan pandangan atau menunduk? Bagiku, setelah 6
tahun berlalu hampir tidak ada perubahan signifikan dari sosok di
hadapanku. Wajahnya, perawakannya, gaya bicaranya, tatapannya,
senyumannya. Hanya satu yang berbeda; pelukannya. Kapan terakhir kali
aku dipeluknya? Aku tak ingat karena ini memang kali pertama. Jangan
kalian tanya bagaimana rasanya. Wow man! Wooooow!
Dulu, jangankan
kepikiran tentang pelukan. Suara decit sepatunya saat memasuki kelas
saja rasanya dunia seperti sedang siaga 2 saking tegangnya. Apalagi saat
absensi untuk siapa dulu yang maju dan tampil di depan. Bu, sampai
detik ini aku masih mengingat bab Musikalisasi Puisi di kelas 9G. Ninja
Hatori. Ya, OST Ninja Hatori yang dirubah liriknya. Itulah yang aku
suguhkan.
Prediksi nilainya hanya tujuh koma. Sungguh, aku pasrah Bu.
Sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi orang belakang layar
saja. Meskipun begitu, aku tidak lantas membenci ibu dan mata pelajaran
ibu. Masih ingat bab Apresiasi Karya Seni? Aku bersedia maju pertama
kalinya untuk mengomentari selembar foto Festival Layang-Layang yang aku
gunting dari harian Pikiran Rakyat. Nilaiku delapan koma plus applause.
Aku tidak pandai bernyanyi Bu. Tapi mungkin aku bisa sedikit berbicara.
Semoga hal itu tidak membuatmu kecewa. Sudahlah, semua itu adalah
'dulu' yang melebur dalam pelukan hangat 6 tahun kemudian.
Tibalah pada chapter yang aku inginkan. Book time! Saat
bagi kami berbicara tentang novel sains fiksi, mengabsen novel apa saja
yang pernah kami baca, membocorkan book wish list, beropini dan tentu
saja aku merasa kalah telak saat ibu mengajakku berhadapan dengan
jejeran novel di rak buku. Tapi meskipun aku kalah, itu semakin
membuatku menyukaimu Bu. Percayalah. Saat ibu menunjukkan novel-novel,
menceritakan sedikit sinopsisnya, penulisnya dan apapun itu tentang
buku-bukumu aku bisa melihat matamu berbinar, senyummu melebar. Tentunya
kaupun bisa melihat hal yang sama terjadi padaku, bahkan lebih. Excited
Bu! Seperti menemukan rekan satu klan yang sudah lama terpisah dan kini
kembali untuk melihat sesuatu dari sudut yang sama; sudut penyuka buku.
Bu, aku menyukai semuanya tentang ibu, dari peranmu sebagai
ibu, guru, penggemar buku dan sahabat baik. Aku memang bukan anak
sulungmu, tapi aku bisa memanggilmu 'ibu' dan kau bisa memanggilku
'sayang/honey' seperti yang kau lakukan pada kedua anakmu. Tuhan memang
baik, karena kalau aku anak sulungmu pastilah kita akan bersaing siapa
yang paling banyak membaca novel science fiction. Dan sepertinya jika
itu terjadi maka pikiranku akan rusak karena disuguhi dystopia dan
utopia setiap waktu. Sehingga aku lebih menyukai berhadapan dengan alam
fiksi dan lumpuh di dunia yang sebenarnya saat ini.
Bu, mamaku memang tidak seperti ibu yang suka membaca
novel, tapi mamaku sangat baik. Mamaku lebih suka menyimpankan novel
yang kubaca lengkap dengan bookmark & kacamata, menyelimuti dan
mematikan lampu apabila aku ketiduran. Manis sekali kan Bu?
Bu, kita tak pernah ada di frame yang sama. Apakah yang
harus kulakukan jika rindu? Apa yang harus kupandangi? Lalu, aku
teringat pada 3 novel sci-fi tebal yang ibu hadiahkan padaku. Sementara
sebelum kita muncul di frame yang sama, aku akan memeluk mereka jika
rindu. Seperti ibu memelukku di akhir senja itu.
*untuk Master Scifi-ku, yang berhasil membuatku jatuh cinta pada sains fiksi, yang dengan keukeuhnya bilang aku itu makhluk 'potensil'.
dear Mrs. Anne Anita Permatasari, you raise me up :)
(171115 _ 00:25)
Komentar
Posting Komentar